Apakah benar bahwa hubungan seks yang buruk merupakan sebab utama perceraian?

Di Indonesia, tidak ada data yang cukup untuk kesimpulan di atas. Sekalipun alasan-alasan cerai tercantum dalam Buku Pendaftaran Talak dari Kantor Urusan Agama, tetapi untuk setiap kasus cerai, pencatatannya hanya terbatas pada satu alasan yang biasa dibenarkan oleh hukum. Ini tentu tidak memadai untuk suatu studi ilmiah.
Sedangkan di Amerika, Journal of Marriage & The Family mengungkapkan bahwa seks bukan masalah utama dari perceraian.
Kurangnya komunikasi, ketidakcocokan dalam tujuan dasar, emosi yang kasar, dan konflik lain yang bersifat nonseksual, tercatat sebagai faktor-faktor utama yang menyebabkan perceraian.
Jangan lupa bahwa konflik dan ketegangan dalam bidang-bidang yang tadinya bersifat nonseksual pada gilirannya akan memicu masalah seksual, sehingga hubungan seks yang buruk akan kelihatan seolah-olah menjadi biang keladi dari unsur perceraian.
Memang ada juga masalah seks yang bisa langsung menyebabkan perceraian, misalnya impotent, frigid, ketidaksetiaan pasangan dan lain-lain.
Namun, sebaliknya juga berlaku, bahwa pasangan-pasangan yang merasa rukun selama ini (happy couple) ternyata memendam masalah seks yang tinggi (50% diutarakan oleh suami rukun, dan 77% oleh istri rukun di AS).
Jadi tampaklah bahwa tatkala aspek-aspek hubungan lainnya berjalan baik, maka pasangan (yang rukun ini) bisa bertoleransi atas kekecewaan seksual yang tinggi tanpa harus memikirkan perceraian.

Saya sesungguhnya ingin secara murni berteman baik dan akrab dengan pria (sebagaimana saya berteman akrab dengan wanita), tetapi rupanya hal ini tidak mungkin kalau tidak menyangkut unsur seksual. Benarkah pria tidak bisa akrab dengan wanita single tanpa unsur seksual?

Mestinya bisa!
Namun, perkembangan nilai-nilai pergaulan pria-wanita memang mengalami perubahan. Dahulu, wanita tidak bebas berdekatan dengan pria, kecuali kalau hubungan mereka sudah sangat serius atau malah harus bertunangan dulu.
Dalam keadaan demikian ‘hubungan akrab’ justru ditandai dengan perkembangan keterlibatan unsur-unsur seksual, walau pasangan ini belum melakukan hubungan intim.
Kini, tatkala wanita bebas berdekatan dan akrab dengan pria maka kedekatan ini diterjemahkan banyak pria dalam konteks yang mirip dengan dulu. Yaitu seolah-olah wanita ini ‘mengizinkan’ pengembangan unsur-unsur seksual. Ia dianggap available (siap sedia). Kebanyakan pria menilai tingkah persahabatan wanita sebagai suatu gelagat godaan dan undangan untuk hubungan intim. Persahabatan platonis (kasih murni) yang ditawarkan wanita membingungkan mereka yang memandang wanita sebagai objek seks.

0 komentar



Recommended Money Makers

  • Chitika eMiniMalls
  • WidgetBucks
  • Text Link Ads
  • AuctionAds
  • Amazon Associates